Pendidikan adalah salah satu aspek paling penting dalam kehidupan kita. Dengan pendidikan kita bisa memajukan taraf hidup dan menjalani kehidupan yang lebih bermartabat. Begitu pentingnya pendidikan dalam kehidupan kita, sehingga di sekeliling kita terdapat banyak sekali orang yang berjuang mati-matian untuk kelangsungan pendidikan.

Finlandia adalah salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia dalam berbagai versi, termasuk versi World Economy Forum. Pada tahun 2000, negara ini bahkan berhasil mencapai tingkat Literacy (kemampuan baca) hingga 100 persen, yang artinya tidak ada satupun warganya yang buta huruf. Negara ini juga memakai sistem pendidikan yang sama sejak tahun 1970. Apa yang membuat pendidikan di negara mereka sangat maju? Ini rahasianya.

1. Anak-Anak Tidak Boleh Sekolah Sebelum Berumur 7 Tahun

Di negara ini, tidak akan ada yang menerima murid jika umur murid tersebut belum genap 7 tahun. Semua anak yang berumur di bawah 7 tahun hanya diperbolehkan bermain, tanpa beban untuk sekolah. Hal ini diterapkan karena menurut pemerintah Finlandia, otak anak justru akan rusak jika diberikan pelajaran seperti membaca atau menghitung sebelum usia mereka cukup. Di umur-umur tersebut anak-anak sebaiknya dibiarkan lebih banyak bermain dan mengeksplorasi dunianya.

Sebenarnya, pemerintah Indonesia juga menerapkan aturan ini. Di Indonesia, usia yang diperbolehkan untuk masuk ke Sekolah Dasar adalah 7 tahun. Di bawah umur tersebut, anak-anak hanya diperbolehkan belajar di Taman Kanak-kanak atau Playgroup, dimana membaca, menulis dan mengenal huruf dan angka tidak termasuk dalam kurikulum. Anak-anak hanya diajari mengenal warna, bentuk, tekstur dan melatih motorik kasarnya. Tapi sudah menjadi rahasia umum, TK dan Playgroup di Indonesia secara sembunyi-sembunyi mengajarkan baca-tulis-hitung pada muridnya. Orangtua muridpun seolah bangga jika anaknya bisa membaca dalam usia sedini mungkin, padahal hal itu justru merusak daya imajinasi si anak, yang harusnya menghabiskan waktu untuk bermain.


2. Setiap Kelas Hanya Boleh Diisi 16 Anak


Di Finlandia, anda tidak akan pernah menemukan kelas yang penuh sesak dengan murid. Di negara ini, setiap kelas dibatasi hanya untuk 16 murid saja. Ini membuat para murid memiliki ruang gerak yang lebih luas, sehingga mereka memiliki ruang untuk bereksperimen dan membuat alat-alat praktek dari apa yang telah mereka pelajari di kelas. Namun ruang kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar. Di negara ini, kebanyakan kegiatan belajar-mengajar dilakukan di luar ruangan agar suasana tidak membosankan bagi para murid.


Sayang sekali di Indonesia, kita masih sering menemukan kelas yang dipenuhi oleh 40 murid dalam sekelas, atau bahkan lebih. Murid-murid harus duduk di bangku dan meja yang berderet sempit, bahkan tidak ada ruang untuk sekadar “meluruskan” kaki ketika sedang menulis. Selain membuat anak-anak susah konsentrasi, ruang belajar seperti ini bisa saja menimbulkan penyakit karena posisi belajar yang tidak nyaman. Kita tahu kebiasaan duduk yang tidak benar dalam jangka waktu lama bisa berakibat kerusakan sejumlah syaraf atau bahkan tulang.


3. Pendidikan 100% Dibiayai oleh Pemerintah


Finlandia adalah satu dari sedikit sekali negara yang memberikan pendidikan yang benar-benar gratis kepada rakyatnya. Seluruh jenjang pendidikan di negara ini tidak memungut bayaran apapun. Di sini, anda bisa mendapatkan pendidikan gratis mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, Sekolah Menengah Atas, hingga kuliah. Bahkan jika anda sudah lulus kuliah, sudah bekerja dan memiliki anak, jika anda ingin mempelajari sesuatu, anda akan diberi sekolah lanjutan gratis sesuai minat anda. Lebih keren lagi, seluruh sekolah di Finlandia menyediakan makanan gratis bagi para muridnya setiap hari.


Sementara di Indonesia, meski sudah ada Bantuan Dana Operasional Sekolah dan dana bantuan lainnya, kita masih tidak lepas dari cerita-cerita sedih tentang perjuangan mereka yang kesulitan meneruskan sekolah. Sebuah SMA Negeri di Jakarta, misalnya, “bertarif” mencapai belasan juta per tahunnya. Belum lagi Universitas Negeri yang menyediakan sedikit sekali beasiswa dibanding para mahasiswa yang membutuhkannya.


4. Tidak Ada Sistem “Pintar” dan “Bodoh”


Setelah anak usia 7 tahun masuk di sekolah di Finlandia, pihak sekolah tidak akan melakukan tes apapun. Tugas mereka hanyalah belajar, dan tidak ada label “pintar” atau “bodoh”. Semua anak akan diarahkan menurut minat dan bakatnya masing-masing tanpa adanya pemaksaan. Setelah enam tahun berada di sekolah, barulah diadakan tes resmi untuk mengukur kemampuan si anak. Tes tersebut hanya bertujuan mengukur kemampuan, bukan untuk memberi rangking 1 dan seterusnya. Sehingga, tidak ada anak yang merasa dirinya “gagal” karena mendapat nilai buruk di kelas. Semua yang mendapat hasil tes kurang baik, akan dibimbing lebih intens.

 

Di Indonesia, sadar atau tidak, kita sering menghancurkan kepercayaan diri seseorang dengan label “bodoh”. Anak yang mendapat ranking paling bawah dikelas sering kali dikucilkan temannya atau bahkan jadi minder dan menarik diri dari pergaulan. Anak seperti ini justru butuh lebih dibimbing, namun di Indonesia, siapa yang dapat ranking paling atas, itulah yang dijadikan “anak emas” oleh para guru. Sementara anak yang dapat ranking jelek, akan terlupakan atau bahkan dianggap tidak ada. Kita bahkan memiliki sebuah sistem yang membuat anak-anak dengan rangking jelek semakin minder yaitu “sistem tinggal kelas”. Anak yang tinggal kelas seringkali menjadi sasaran “bully” dan semakin terpuruklah dia.

5. Para Guru Diambil dari Kalangan Terbaik

Syarat menjadi guru di Finlandia cukuplah ketat. Mereka harus memiliki gelar master (S2) dan harus masuk dari jajaran 10 persen lulusan terbaik dari Universitasnya. Di negara ini menjadi guru adalah sebuah kehormatan. Menjadi guru di Finlandia adalah kebanggaan yang sama seperti menjadi dokter ataupun pengacara ternama. Guru-guru di sini juga dibayar dengan sangat baik oleh pemerintah dan tidak ada batasan maksimal bagi gaji guru.


Guru di Finlandia memiliki komitmen yang sangat tegas dan bekerja dengan sangat keras. Mereka akan mengunjungi rumah muridnya untuk sekadar “bermain” dan menanyakan apakah muridnya butuh bantuan untuk pelajaran tertentu. Guru profesional di Finlandia juga hanya bekerja selama 4 jam sehari. 4 jam tersebut mereka maksimalkan dengan seluruh kemampuan. Beda dengan guru di Indonesia yang harus mengajar dari pukul delapan pagi hingga sore hari, belum lagi ditambah dengan les-les dan semacamnya. Tentu saja konsentrasi mengajar tidak penuh
Meski tidak adil jika membandingkan Indonesia dan Finlandia secara utuh-utuh, namun kita tentu bisa meniru hal-hal yang menjadikan Finlandia menjadi negara maju. Kita harus memperbaiki banyak sekali aspek dari sistem pendidikan kita. Pemerintah juga harus mengambil peranan penting dari pendidikan bangsa.
Namun, di luar itu semua, kita juga adalah bagian dari sistem pendidikan. Kita bisa memperbaiki sistem ini jika kita mau mengubah kebiasaan buruk kita. Mungkin yang paling mudah adalah dengan tidak gampang melabeli anak-anak dengan kata “bodoh” atau berhenti memaksa anak kita belajar sebelum waktunya. (HLH)